Oleh: Andika Jaka
Perbedaan Demokrasi Liberatif dan Demokrasi
Deliberatif
Demokrasi Deliberatif muncul pertama kali pada abad ke 19 yang
diperkenalkan oleh Jurgen Habermas. Demokrasi deliberatif sebenarnya mengkritik
demokrasi liberal yang dianggap terlalu memberi kebebasan pada
individu-individu dalam melakukan dan menentukan dalam segala hal. Dengan
kebebasan yang diberikan seperti itu, menurut pandangan demokrasi deliberatif
hal itu rentan dan sangat berpotensi terjadinya konflik antar individu karena
mempertahankan ego dan haknya masing-masing.
Sedangkan Demokrasi Deliberatif merupakan konsep demokrasi yang lebih
menekankan pada Konsensus. Konsensus merupakan sebuah kesepakatan bersama yang
dihasilkan melalui musyawarah yang berdasarkan pada kesetaraan hak. Demokrasi
deliberatif ini bertujuan untuk tercapainya aspirasi-aspirasi masing-masing
pihak baik individu maupun kelompok dapat tersalurkan dengan sempurna tanpa
adanya intervensi atau campur tangan dari pihak lain.
Menurut
Jurgen Habermas, Konsep delibrasi yang dimaksud adalah prosedur yang dijalankan
bertujuan untuk menghasilkan sebuah keputusan atau konsensus. Konsensus menurut
Habermas adalah sebuah keputusan harus memiliki legitimasi jika sudah melalui
proses pengujian atau diskursus dimana semua isu dibahas bersama oleh
pihak-pihak yang terkait dengan isu tersebut dengan posisi atau kedudukan yang
setara dan tanpa ada tekanan dari pihak lain.
Kritik
Terhadap Demokrasi Deliberaf
Ada beberapa tokoh yang
mengkritik mengenai konsep Demokrasi deliberatif, diantaranya yaitu dari
Sanders, Nash, dan Hardiman. Selain dari tiga tokoh yang mengkritik tentang
konsepsi Demokrasi Deliberatif, setidaknya juga ada tiga kelompok pengkritik
Demokrasi ini yaitu dari teoritikus pilihan sosial, Demokrat perbedaan, dan
Egalitarian Skeptis.[1]
Kritk yang
dikemukakan oleh Sanders, ia menyatakan bahwa pada kehidupan real tidak semua
orang atau individu yang mampu menyampaikan argumen atau aspirasi secara
rasional, contohnya sepert dari kaum perempuan, minoritas dan masyarakat
miskin. Dimana semua kelompok tersebut tidak mempunyai kekuasaan atau kemampuan
yang cukup kuat dalam mengeluarkan aspirasi ataupun argumennya.
Kemudian
dari Nash, juga mengkritik bahwa konsep dengan pencapaian konsensus merupakan
suatu pemaksaan keseragaman atau over-rasionalist. Dengan mendapatkan suatu
konsensus dari berbagai argumen yang berbeda, akan terasa sangat memaksa dan
dirasa over-rasionalist karena pastinya akan sulit dalam mencapai suatu
konsensus tersebut. Dan dari Hardiman juga menyatakan bahwa konsep yang
diberikan Habermas cenderung tidak menghendaki adanya perubahan yang radikal
dalam modernitas kapitalis yang menolak atau mengendalikan diskursus-diskursus
rasional dalam ruang publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar