Pages

Rabu, 13 November 2013

Sistem Politik Indonesia: Gambaran Umum Sistem Pemilu Tahun 2014

SISTEM POLITIK INDONESIA

Sistem Pemilu di Indonesia
Tahun 2014

Oleh: Andika Jaka

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Masalah
Pemiliihan Umum (Pemilu) yang dilaksanakan oleh negara-negara demokrasi merupakan salah satu sarana demokrasi terpenting. Di neagara-negara demokrasi, Pemilu dianggap sebagai tolok ukur dari demokrasi negara tersebut. Pemilu tidak hanya sebagai suatu proses implementasi negara demokrasi terhadap kedaultan rakyat, tetapi Pemilu juga sebagai sarana atau alat perubahan sosial dan politik dari suatu negara yang berlangsung secara berkala.
Pemilihan Umum (general election) tidak selalu mampu menghasilkan perubahan sosial politik yang berarti, ataupun suatu transisi ke arah demokrasi dan sebaliknya, lebih merupakan suatu usaha mencari legitimasi baru dan mepunyai kecenderungan untuk mempertahankan “statusquo”.[1] Hal tersebut berarti bahwa Pemilu kebanyakan hanya sebagai sarana kompetisi perebutan kekuasaan, bukan sebagai sarana demokrasi rakyat. Dalam artian Pemilu sebagai tempat perebutan kekuasaan demi kepentingan suatu kelompok tertentu semata, tidak untuk kepentingan rakyat seutuhnya.
Sistem Pemilu (electoral system) merupakan salah satu instrumen kelembagaan penting dalam suatu negara demokrasi dalam mewujudkan tiga prasyarat demokrasi, diamana ketiga prasayarat ini yang akan menandakan bahwa suatu negara tersebut demokrasi. Tiga prasyarat tersebut yaitu:
1.      Kompetisi di dalam memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan,
2.      Partisipasi masyarakat, dan
3.      Adanya jaminan hak-hak sipil dan politik.
Dapat disimpulkan, sistem Pemilu berarti suatu instrumen untuk menginterpretasikan jumlah perolehan suara dalam Pemilu ke dalam kursi-kursi pemerintahan yang telah dimenangkan oleh partai atau calon tertentu. Dari sini, bisa dilihat bahwa melalui sistem seperti ini, kompetisi, partisipasi, dan jaminan hak-hak politik dalam suatu negara bisa dilihat.
Sistem Pemilu sendiri juga merupakan sebuah metode yang mengatur dan memungkinkan rakyat dari suatu negara tersebut untuk memilih masing-masing wakil rakyat mereka. . Metode ini berhubungan dengan prosedur dan aturan merubah (mentransformasi) suara ke kursi di lembaga perwakilan dan suara rakyat dalam memilih pemimpin dari suatu negara tersebut. Sistem pemilu ini tujuannya adalah bagaimana Pemilu tersebut dapat memberikan hak kepada rakyat dalam mengeluarkan hak suaranya untuk memilih tiap calon wakil rakyatnya masing-masing.  Berbicara mengenai Pemilu dan Sistem Pemilu, untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan membahas tentang bagaimanakah Pemilu tahun 2014 mendatang yang kurang dari satu tahun kedepan.

1.2        Rumusan Masalah
1.2.1 Sistem Pemilu Apa yang digunakan di Indonesia?
1.2.2 Bagaimanakah Sistem Pemilu tahun 2014 di Indonesia?

1.3    Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui Sistem pemilu apa yang digunakan di Indonesia
      1.3.2 Untuk mengetahui bagaiman sistem pemilu tahun 2014 mendatang

1.4    Manfaat Penulisan
1.4.1 Sebagai tambahan bahan referensi bagi mahasiswa bagaimana sistem pemilu di tahun 2014 mendatang.


BAB II
PEMBAHASAN

  1. Sistem Pemilu di Indonesia
Sejak Negara Indonesia merdeka pada tahun 1945, sampai saat ini Negara Indonesia masih melakukan sepuluh kali pemilihan umum, diamana pemilu pertama dilakukan pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1992, 1997, 1999, 2004  dan terakhir pada Pemilu tahun 2009 kemarin. Tetapi jika dilihat dari demokrasi atau tidaknya, Indonesia baru tiga kali melaksanakan Pemilu sejak kembalinya asas demokrasi, yaitu pemilu pada tahun 1999, 2004, dan 2009.
Sebenarnya sejak Pemilu tahun 1955 Indonesia menganut sistem proporsional di dalam Pemilu. Dimana alokasi jumlah kursi di lembaga perwakilan berdasarkan pada perolehan suara masing-masing peserta pemilu secara proporsional, dengan alokasi dan distribusi kursi berdasarkan pada jumlah penduduk yang ada.
Akan tetapi melihat hal tersebut, pada tiga kali pemilu kemarin, yaitu pemilu pad era reformasi yang diantaranya pemilu tahun 1999, 2004, dan 2009, terdapat perubahan-perubahan variasi di dalam sistem pemilu yang dipakai.[2] Hal ini dapat dilihat dari daerah pemilihan (DP), diamana terdapat perubahan antara pemilu 1999 dengan pemilu-pemilu sepanjang  masa Orde Baru. Dimana pada masa Orde Baru yang menjadi Daerah Pemilihan (DP) adalah Provinsi. Alokasi kursi pada saat itu murni berdasarkan pada jumlah perolehan suara di dalam suatu provinsi. Dan pada pemilu 1999 Daerah Pemilihan (DP) tetap berada di Provinsi masing-masing, tapi sudah mulai adanya pertimbangan kabuaten/kota untuk menjadi Daerah Pemilihan (DP) juga. Dimana suara perolehan dari calon/peserta pemilu mulai dipertimbangkan melalui masing-masing kabupaten/kota.
Kemudian Pemilu pada tahun 2004, Provinsi tidak lagi menjadi Daerah Pemilihan (DP), tetapi daerah yang lebih kecil lagi, meskipun ada juga Daerah Pemilihan (DP) yang mencakup satu provinsi seperti Riau, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dll.[3] Diamana masing-masing Daerah Pemilihan tersebut dialokasikan sebanyak antara 3 sampai 12 kursi. Jadi pembagian alokasi kursi tergantung besar kecilnya suatu daerah pemilihan (DP). Jika derah pemilihan tersebut berpenduduk sedikit maka jumlah kuota kursi yang diberikan hanya batas minimal yaitu 3 kursi. Tetapi jika daerah pemilihan pada penduduk yang padat seperti di Jawa, kuota kursi yang diberikan antara 6 sampai 12 kursi. Sedangkan dalam Pemilu tahun 2009, berbeda dengan pemilu tahun 2004. Dimana pada Pemilu 2009 besaran DP untuk DPR diperkecil menjadi 3-10 kursi. Kemudian perbedaan yang lainnya adalah dalam pemilu 2009.

  1. Gambaran Umum Pemilu Tahun 20014
Melihat Pemilu tahun 2014 kurang dari satu tahun kedepan, berarti rakyat Indonesia akan melakukan Pemilu yang kesebelas kalinya. Diamana pada agenda politik nasional ini, Pemillu untuk memilih Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Pemilu Legislatif) yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014, dan Pemilu untuk memilih Prsiden dan Wakil Presiden secara langsung pada bulan Juli 2014, dan jika ronde kedua harus dilaksanakan, maka akan diadakan pada bulan September 2014.[4] Pada Pemilu Legislatif yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014 mendatang, akan diikuti oleh 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota.
Pemilihan Umum ini dilakukan mengingat adanya Konstitusi UUD 1945 diamana wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam sebuah Negara dengan melaksanakan sistem demokrasi. Dan perlu diketahui negara Indonesia menganut sistem pemilu Proporsional, dimana dalam UU Pemilu No.10 Tahun 2008 sepakat memilih sistem proporsional terbuka. Sistem Proporsional terbuka ini merupakan sistem dimana pemilih/rakyat diberikan pilihan secara langsung kepada calon wakil mereka masing-masing untuk mendapatkan kursi di parlemen. Khusus terhadap sistem pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD yaitu proporsional terbuka,
Dengan begitu, para wakil rakyat dapat semakin dekat dengan konstituennya, sehingga akuntabilitas dalam melaksanakan fungsinya terhadap rakyat semakin nyata. Dan dengan hal tersebut, para rakyat yang diwakili dapat menuntut kepada para wakilnya untuk melakukan yang terbaik untuk rakyat. Jika hal itu tidak terpenuhi, para wakil akan memperoleh hukuman pada Pemilu berikutnya untuk tidak dipilih kembali.[5]
Dalam Sistem Proporsional, pemerintah membuat Daerah Pemilihan (DP) yang lebih kecil sehingga para wakil rakyat (legislatif) di dalam masing-masing daerah pemilihan tersebut bisa lebih mudah dan dekat dengan konstituennya. Dan dengan adanya sistem Proporsional ini rakyat tersebut dapat lebih mengenal dan tahu siapa saja para calon wakil mereka dan siapa yang mereka pilih untuk menjadi wakil mereka guna untuk menyalurkan aspirasinya dengan baik.
Pada pemilu 2014 ini, sudah 46 partai poliitik yang mendaftarkan diri, namun 12 partai politik nasional dan tiga partai politik lokal (hanya dapat bersaing melawan parpol nasional di Aceh) yang sukses melewati proses pendaftaran dan mendapatkan tempat di surat suara.[6] Keduabelas partai politik tersebut adalah:
  1. NasDem – Partai Nasional Demokrat
  2. PKB – Partai Kebangkitan nasional
  3. PKS – Partai Keadilan Sejahtera
  4. PDI-P – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
  5. Golkar – Partai Golongan Karya
  6. Gerindra – Partai Gerakan Indonesia Raya
  7. PD – Partai Demokrat
  8. PAN – Partai Amanat Nasional
  9. PPP – Partai Persatuan Pembangunan
  10. Hanura – Partai Hati Nurani Rakyat
  11. PDA – Partai Damai Aceh (hanya bersaing di Aceh)
  12. PNA – Partai Nasional Aceh (hanya bersaing di Aceh)
  13. PA – Partai Aceh (hanya bersaing di Aceh)
  14. PBB – Partai Bulan Bintang
  15. PKPI – Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
Disamping itu, pada pemilu 2014 ini ada sedikit perbedaan jika dibandingkan dengan sistem pemilu tahun 2009 kemarin. Dalam UU No.10 tahun 2008 besaran ambang batas atau Parliamentary Threshold (PT) adalah 2,5%, tetapi pada Pemilu 2014 mendatang akan bertambah menjadi 3,5%. Sedangkan sistem pemilu terbuka tetap dipertahankan dengan kuota kursi dari masing-masing daerah pemilihan dan sistem perhitungan pemilu juga masih sama seperti Pemilu tahun 2009.
Pada pemilu 2014 ini juga terjadi perubahan, diamana yang dulunya adanya Panitia Pengawas Pemilu atau biasa yang disebut Panwaslu, baik itu Panwaslu tingkat Provinsi atau Kabupaten/kota, kini diperkuat dengan mengubah kelembagaannya menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Bawaslu ini tetap berbeda dengan Bawaslu Pusat, dimana Bawslu Provinsi dan Kabupaten/kota ini tetap hanya mencakup wilayah Provinsi dan Kabupaten/kota saja. Sedangkan Bawaslu Pusat tetap mencakup seluruh wilayah Negara Indonesia.
Kemudian dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan perubahan dalam pelaksanaan Pemilu 2014 mendatang. Dimana teknis pelaksaan pemberian hak suara yang akan kembali pada model pencoblosan. Mengingat pemilu kemarin pemilih dalam mengeluarkan hak suaranya adalah dengan cara mencentang calon yang dipilihnya dalam surat suara, dan sekarang ini pada pemilu 2014 pemilih akan mengeluarkan hak pilihnya dengan model pencoblosan.

  1. Pemilihan Umum Anggota Legislatif Tahun 2014
Pada Pemilu legislatif tahun 2014 mendatang, DPR mendapatkat kuota 560 anggota dengan berasal dari 77 darah pemilihan berwakil majemuk (multi-member electoral districts) yang memiliki tiga sampai sepuluh kursi per daerah pemilihan (tergantung populasi penduduk dapil terkait) yang dipilih melalui sistem proporsional terbuka.[7] Selain itu untuk diberlakukannya ambang batas atau Parliamentary Treshold parlemen naik sebesar 3,5% itu, hanya berlaku pada pemilihan DPR dan tidak berlaku pada DPRD. Kemudian sistem atau teknis pemilihannya adalah tiap pemilih/rakyat menerima satu surat suara pemilihan anggota DPR dengan masing-masing partai politik dan calon legislatif dari masing-masing daerah pemilihan tersebut. Dan prosedur dari pencoblosannya adalah setiap pemilih mencoblos nama kandidat/calon atau partai politik yang akan dipilih. Selain itu para pemilih juga dapat mencoblos 2 lubang (mencoblos pada satu partai politik dan nama kandidat yang dicalonkan pada satu partai politik tersebut).
Kemudian dalam Pemilu 2014, DPD mempunyai 132 perwakilan, dimana 132 perwakilan tersebut terdiri dari empat orang(kandidat) dari masing-masing provinsi. Pemilihan tersebut melalui sistem pemilihan Majoritarian dengan varian distrik berwakil banyak (single non-transferable vote).[8] Dari sistem tersebut, dimana tiap pemilih menerima satu surat suara pemilihan anggota DPD. Calon anggota DPD ini merupakan calon independent yang mencalonkan diri di provinsi tertentu. Para pemilih kemudian memilih dengan mencoblos nama kandidat yang dipilih tersebut. Dan empat kandidat yang memperoleh suara terbanyak di masing-masing provinsi, akan terpilih menjadi anggota DPD.
Dan pada pemilu 2014, DPRD Provinsi akan dipilih 35 sampai 100 anggota dari masing-masing provinsi, dengan total 33 provinsi. Jumlah kuota anggota yang diberikan ini tergantung pada daerah populasi penduduk suatu provinsi yang bersangkutan. Pada pemilu 2014 ini, di di tingkat provinsi terdapat 2.112 kursi yang diperebutkan dalam 259 daerah pemilihan berwakil majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi (tergantung populasi). 497 DPRD Kabupaten/Kota, yang masing-masing terdiri atas 20 sampai 50 anggota tergantung populasi penduduk kabupaten/kota yang bersangkutan, dipilih di tiap kabupaten/kota. Dan untuk Pemilu Legislatif 2014, pada tingkat kabupaten/kota, terdapat 16.895 kursi di 2.102 daerah pemilihan berwakil majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi.
Dari Penjelsan tersebut, dapat disimpulkan bahwa para Anggota Legislatif baik itu tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota yang terpilih akan menerima masa jabatan selama lima tahun. Dan pada saat pelaksanaan Pemilu legislative yang akan dilakukan pada tanggal 9 April 2014 mendatang, pemilih/rakyat yang akan memilih akan mendapatkan empat jenis surat suara, yaitu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota.
Selanjutnya Alokasi kursi DPR terhadap pemilu 2014, telah dijelaskan pada UU No.8 tahun 2012 dimana proses alokasi kursi telah disederhanakan menjadi dua tahap. Hal ini dirubah mengingat pada pemilu tahun 2009 kemarin proses yang digunakan sangat rumit. Kemudian pada pemilu 2014 ini KPU, dalam langkah pertama akan menentukan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) di tiap daerah pemilihan, dimana BPP merupakan jumlah suara sah yang ada dalam sebuah daerah pemilihan dibagi dengan jumlah kuota yang tersedia dalam daerah pemilihan tersebut. Dengan demikian, sebuah partai politik akan mendapatkan satu kursi jika tiap jumlah suara yang diterima oleh partai politik tersebut mencapai BPP yang telah ditentukan oleh KPU. Dan kemudian pada tahap kedua kursi yang tersisa dari daerah pemilihan tersebut, nantinya akan dialokasikan kepada partai politik yang memperoleh suara terbanyak dalam hasil pemilu. Kemudian untuk 77 daerah pemilihan dalamPemilu DPR, partai politik yang memperoleh suara kurang dari 3,5% suara, maka tidak akan mendapatkan kursi, tetapi masih dapat mendapatkan kursi di DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota.
Selanjutnya mengenai kuota gender pada pemilu 2014, dalam UU No.8 tahun 2012 diamana diwajibkannya kuota minimal 30% calon perempuan untuk menjadikan daftar calon pemilu. Dan pada pemilu 2014 ini, jika ketentuan 30% perempuan ini tidak dipenuhi maka ada sanksi, yaitu berupa akan dicabutnya hak sebagai anggota pemilu di daerah pemilihan diamana kuota 30% tersebut tidak dipenuhi.

    D. Pemilihan Umum Presiden/Wakil Presiden Tahun 2014
. Sebuah partai politik atau koalisi partai politik yang memenangkan 25 persen suara sah atau memperoleh paling sedikit 20 persen  kursi DPR dapat mengajukan calon untuk pasangan Presiden dan Wakil Presiden.[9] Pemilihan umum Presiden diadakan setelah Pemilu legislatif guna memastikan pemenuhan persyaratan diatas dalam mencalonkan diri menjadi Presiden. Pasangan Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu Persiden tahun2014, dilaksanakan pada bulan Juli 2014.
Berikut setidaknya ada terdapat 34 nama calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2014 mendatang:[10]
  1. Anies Baswedan
  2. Chairul Tanjung
  3. Aburizal Bakrie (Golkar)
  4. Agum Gumelar
  5. Agus Martowardoyo
  6. Anas Urbaningrum
  7. Dahlan Iskan
  8. Din Syamsudin
  9. Djoko Suyanto
  10. Endriartono Sutanto (NasDem)
  11. Gita Wiryawan (Demokrat)
  12. Hary Tanoesoedibjo (NasDem)
  13. Hatta Rajasa (PAN)
  14. Hidayat Nur Wahid (PKS)
  15. Irman Gusman (NasDem)
  16. Jokowi (PDI)
  17. Jusuf Kalla (Golkar)
  18. Kristiani Herrawati (Ani Yudhoyono/ Demokrat)
  19. Lutfi Hasan Ishaaq (PKS)
  20. Mahfud MD (Demokrat)
  21. Marzuki Alie (Demokrat)
  22. Megawati Soekarnoputri (PDIP)
  23. Muhaimin Iskandar (PKB)
  24. Prabowo Subianto (Gerindra)
  25. Pramono Edhie Wibowo (Demokrat)
  26. Puan Maharani (PDIP)
  27. Rhoma Irama
  28. Soekarwo
  29. Sri Mulyani
  30. Sri Sultan Hamengku Buwono X (NasDem)
  31. Surya Paloh (NasDem)
  32. Suryadharma Ali (PPP)
  33. Sutiyoso (PKPI)
  34. Yusril Ihza Mahendra (PBB), Wiranto (Hanura)

BAB III
PENUTUP

3.1        Kesimpulan
Pemilu merupakan sarana demokrasi penting bagi negara-negara demokrasi dalam mengukur seberapa besar tingkat demokrasi suatu negara tersebut. Pemilu juga merupakan sebagai alat untuk perubahan sosial dan politik dari suatu negara tersebut, dimana setiap pemilu tersebut yang nantinya menghsilkan sistem sosial politik yang baru seiring terpilihnya legislatif dan eksekutif.
               Sistem pemilu merupakan suatu metode, instrumen untuk menerjemahkan jumlah perolehan suara dalam pemilu ke dalam kursi-kursi parlemen dari partai-partai yang memenangkan suara terbanyak. Sistem ini juga yang menjadikan ukuran dari demokrasi atau tidaknya pemilu ini dilaksanakan. Dari sini, bisa dilihat bahwa melalui sistem seperti ini, kompetisi, partisipasi, dan jaminan hak-hak politik dalam suatu negara bisa dilihat.
Pemilu 2014 merupakan tahap penyelenggaraan demokrasi melalui pemilu yang lebih demokratis dan menggunakan sistem yang mampu mengahsilkan perubahan sosial dan politik yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan adanya beberapa perubahan dari sistem pemilu tahun 2009, mulai dari proses seleksi partai politik, pencalonan kandidat legislatif, peningkatan ambang batas atau parliamentary threshold, prosedur dan cara pencoblosan, dll.
3.2        Saran
Setiap adanya agenda Pemilu, diharapkan agenda politik tersebut tidak sebagai ajang persaingan untuk memperebutkan kekuasaan antara pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dalam politik semata, melainkan diharapkannya pemilu sebagai sarana demokrasi dan kompetisi antara partai politik dengan tujuan demi memajukan bangsa dan mensejahterakan rakyat Indonesia.
Sistem pemilu hendaknya tetap mempertahankan aspek proporsional yang terbuka sebagai bentuk penghargaan kita akan prinsip transparansi yang menjadi basis utama penyelenggaraan Negara demokratis. Jika rakyat bisa langsung memilih wakilnya tanpa terbebani oleh partai politik yang mengusungnya, maka pilihan proporsional terbuka tetap harus diterapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Alie, Marzuki. 2013. Pemilu 2014 dan Upaya Meningkatkan Derajat Keterwakilan.  http://www.marzukialie.com/?show=tulisan&id=47
Anonymous, 2014. Gambaran Singkat Pemilihan Umum 2014. From, www.rumahpemilu.org/read/3351/Gambaran-Singkat-Pemilihan-Umum-2014-di-Indonesia, 10 November 2014
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Firdaus, Imam. 2013. Sistem Proporsional Terbuka Tetap Diterapkan, Apa Masalahnya? http://www.jurnalparlemen.com/view/5258/sistemproporsional-terbuka-tetap-diterapkan-apa-masalahnya.html 10 November 2014
Marijan, Kacung. 2010. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru. Jakarta: Kencana
Sitepu, P Anthonius. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu


[1]  Anthonius Sitepu. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlm. 136
[2]  Kacung, Marijan. 2010. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru. Jakarta: Kencana, hlm. 93
[5]  http://www.marzukialie.com/?show=tulisan&id=47 , diakses pada tanggal 10 November 2013.
[8]  Ibid.

Pengaruh Peran Media Massa Terhadap Partisipasi Politik di Indonesia

KOMUNIKASI POLITIK
  
PENGARUH PERAN MEDIA MASSA 
TERHADAP PARTISIPASI POLITIK 
DI INDONESIA

Oleh: Andika Jaka


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengertian dari media massa sendiri adalah media, saluran, sarana, wadah atau suatu alat yang dipakai untuk menjalankan proses komunikasi massa. Komunikasi massa disini diartikan sebagai komunikasi yang diorientasikan kepada orang banyak atau dalam hal ini adalah masyarakat. Suatu informasi yang telah diberikan oleh media kepada masyarakat tidak hanya sebagai angin lalu belaka, tapi akan menjadi suatu pengetahuan baru bagi masyarakat.
Dalam komunikasi massa terseut, dimana media (komunikator) menyampaikan suatu informasi kepada masyarakat (komunikan). Suatu proses komunikasi dikatakan berhasil apabila komunikator dapat memberikan informasi secara jelas kepada komunikan, dan komunikan mengerti apa yang dimaksud atau diinginkan dari informasi yang disampaikan oleh komunikator tersebut. Kemudian sama halnya dengan komunikasi politik, dimana komunikator politik memberikan pesan-pesan politik kepada si penerima (komunikan politik) yang isinya mengenai isu-isu politik yang berkembang di dalam masyarakat.
Oleh karena itu, peran media sangatlah diperlukan dalam dunia politik saat ini, karena media merupakan salah satu alat yang sangat penting, terutama untuk hal-hal yang menyangkut tentang politik. Hubungan antara media massa dengan politik dapat dikatakan sebagai satu kesatuan yang mungkin tidak bisa dipisahkan, dalam artian antara dunia politik dan media massa akan selalu ada hubungan satu sama lain yang saling membutuhkan dan saling mempengaruhi.
Media juga mempunyai peran penting terhadap kehidupan masyarakat, mengingat media yang salah satu tujuannya merupakan sebagai penyampai berbagai informasi apapun kepada masyarakat. Peran komunikasi yang dimiliki media inilah yang akan dapat menentukan atau memberikan pemahaman lebih akan suatu hal atau fenomena sosial tertentu yang berkembang dalam masyarakat tersebut.
Berbicara mengenai peran media massa yang sangat penting dalam dunia politik maupun dalam masyarakat, maka disini akan membahas tentang hubungan peran dari media massa terhadap dunia politik dan budaya/partisipasi politik di Indonesia. Dimana media massa saat ini seringkali dijadikan ‘kendaraan’ bagi partai-partai politik untuk ingin dipandang lebih oleh masyarakat. Dan melalui media massa, proses budaya politik atau partisipasi politik masyarakat akan dapat sangat mempengaruhi.
Cara-cara dari media sendiri dalam menyampaikan peristiwa-peristiwa politik ini dapat mempengaruhi persepsi atau pandangan masyarakat mengenai isu-isu perkembangan politik. Hal ini dapat menimbulkan pembentukan opini publik atau pendapat umum yakni dalam upaya pembangunan sikap dan tindakan masyarakat mengenai isu-isu politik yang berkembang tersebut dianggap sebgai masalah politik atau actor politik.[1]

B. RUMUSAN MASALAH
1.Media massa dan masyarakat
2.Peran media massa terhadap Partisipasi Politik dan kepentingan partai politik di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN

A. Media Massa
Media massa merupakan sebuah media, saluran, sarana, wadah atau suatu alat dan tempat yang dipergunakan untuk proses komunikasi massa. Komunikasi massa disini diartikan sebagai komunikasi yang disampaikan kepada orang banyak atau dalam hal ini adalah masyarakat. Komunikasi atau penyampaian suatu informasi dari media masa itu memiliki pengaruh, baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah.[2]
Berbicara tentang komunikasi politik itu sendiri, komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi politik dari pemerintah kepada masyarakat dan sebaliknya, dimana pemerintah membutuhkan informasi tentang kegiatan rakyatnya dan sebaliknya rakyat juga harus mengetahui apa saja yang dikerjakan oleh pemerintahnya.
Media komunikasi politik secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu media tradisional, media semi dan media modern. Media tradisional adalah media dengan tatap muka, langsung berhadapan secara tatap muka dengan komunikasi, baik secara individual, maupun kelompok dan organisasi.[3]
Media semi disebut juga dengan sebutan media lama atau old media. Yang dimaksud media semi adalah seperti media cetak seperti surat kabar, majalah, koran, brosur dan media penyiaran, dan seperti radio. Dan Kemudian yang terakhir adalah Media Baru atau new media. Media baru ini merupakan alat atau sarana yang baru marak di era globalisasi ini, seperti televisi digital, internet dan sebagainya.
            Peranan yang dilakukan oleh Media massa menurut Denis Mc Quail, ada 5 peranan yaitu:
1.    Media massa sebagai pencipta lapangan kerja, barang, maupun jasa serta mengembangkan industri lain terutama dalam hal periklanan/promosi
2.      Media massa sebagai sumber kekuatan alat kontrol, manajemen dan inovasi masyarakat
3.   Media massa sebagai lokasi/ tempat dimana untuk menampilkan peristiwa atau fenomena sosial yang terjadi di tengah masyarakat
4.    Media massa sebagai sarana pengembangan macam-macam kebudayaan, tata cara atau gaya hidup seseorang dalam masyarakat
5.      Media masssa sebagai sumber dominant pencipta citra individu, kelompok, maupun masyarakat
            Meliahat peranan media massa diatas, perlu diakui bahwa pers atau media massa di dalam Negara demokrasi itu sangat besar hubungan perannya dengan masyarakat. Media massa menjadi jembatan atau kendaraan yang menhubungkan atau menyalurkan kepentingan-kepentingan politik baik itu vertical maupun horizontal.
Adapun dalam Bab II pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers disebutkan bahwa “Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.” Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa, “Pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Fungsi dari Pers (media massa) ada 4 fungsi seperti:
1. Informasi (to inform)
Fungsi Pers sebagai media informasi adalah sarana untuk menyampaikan informasi secepatnya kepada masyarakat luas. Berbagai keinginan, aspirasi, pendapat, sikap, perasaan manusia bisa disebarkan melalui pers. Penyampaian informasi tersebut dengan ketentuan bahwa informasi yang disampaikan harus memenuhi kriteria dasar yaitu aktual, akurat, faktual, menarik, penting benar, lengkap, jelas, jujur, adil, berimbang, relevan, bermanfaat, dan etis.

2. Pendidikan (to educated)
Fungsi pendidikan ini antara lain membedakan pers sebagai lembaga kemasyarakatan dengan lembaga kemasyarakatan yang lain. Sebagai lembaga ekonomi, pers memang dituntut berorientasi komersial untuk memperoleh keuntungan finansial.
Pers sebagai media pendidikan ini mencakup semua sektor kehidupan baik ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Dengan demikian pers memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan pendidikan politik sehingga masyarakat dapat memahami model atau sistem politik yang berlaku di Indonesia.

3. Hiburan (to entertaint)
Media massa berfungsi sebagai media hiburan, disini media massa harus mampu memerankan fungsinya sebagai sarana hiburan yang menyenangkan bagi semua lapisan masyarakat. Hiburan yang dimaksud adalah media massa yang menyajikan karya-karya tulis atau informasi yang mungkin lepas atau diluar mengenai politik, seperti kartun, majalah anak, dongeng di media cetak, dan lain-lain.

4. Kontrol Sosial (Social Control)
Media massa sebagai alat kontrol sosial politik dengan artian media massa sebagai penyampai (memberitakan) isu-isu atau keadaan yang dibuat oleh pemerintah bertentangan dengan kehendak rakyat.

B. Peran Media Massa Terhadap Partisipasi Politik di Indonesia
Telah dijelaskan diatas bahwa besarnya peran media massa terhadap kehidupan masyarakat, dimana peran media yang sangat kuat tersebut dapat mempengaruhi dan merubah persepsi atau cara berpikir individu, kelompok atau masyarakat terhadap isu-isu atau fenomena politik yang terjadi di Indonesia.
Sebagaimana dijelaskan oleh Lukman Hakim, “Media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan kognisi seseorang. Media memberikan informasi dan pengetahuan yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi. Dan persepsi mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Berbagai pemberitaan media memberikan masukan kepada kognisi individu, dan kognisi akan membentuk sikap.”[4]
Kekuatan peran media massa tersebut sebenarnya juga dapat merubah budaya politik atau partisipasi politik masyarakat Indonesia menjadi lebih baik. Partisipasi politik adalah suatu kegiatan dari warga Negara baik secara langsung maupun tidak langsung (tidak sengaja) terkait dengan kebijakan –kebijakan pemerintah dapat dilakukan oleh individu-individu maupun kelompok secara spontan maupun dimobilisasi.[5]
Kekuatan media massa ini juga digunakan oleh pemerintah maupun suatu kelompok masyarakat tertentu di suatu pemerintahan untuk mempengaruhi opini publik. Dimana dengan peran media massa ini dapat dijadikan alat komunikasi politik oleh orang-orang yang mempunyai kekuatan dan kepentingan politik.
            Kepentingan politik inilah yang menjadikan media massa sebagai dari kegiatan politik untuk dapat mencapai dari tujuan kepentingan itu sendiri. Kegiatan politik banyak dilakukan oleh Pemerintah (lembaga-lembaga dan peranannya) dan partai-partai politik karena karena fungsi mereka dalam bidang politik, dan kegiatan politik inilah yang akan mempengaruhi terhadap partisipasi politik.[6]
            Kita lihat seperti para calon-calon legislatif ataupun para kandidat Capres/Cawapres dari masing-masing partai politik dalam persiapan Pemilu 2014 yang saat ini kurang dari satu tahun lagi. Disini bisa kita lihat bagaimana cara mereka untuk menarik simpati dari rakyat. Partai politik dalam mancari simpati ataupun mencari suara pemilih dari rakyat, partai politik pasti akan membutuhkan media yang bisa memfasilitasi komunikasi politik dari partai politik tersebut. Melalui media, informasi pesan-pesan politik yang ingin disampaikan oleh partai politik tersebut akan lebih mudah tercapai. Apalagi peran dan perkembangan media massa saat ini sangat besar dan pesat.
            Banyak sekali cara komunikasi politik melalui media massa, bisa seperti komunikasi politik melalui media tradisional, dalam artian masing-masing partai politik atau masing-masing para calon turun langsung ke lapangan atau langsung merujuk kepada masyarakat (daerah pemilih) masing-masing. Dengan cara ini kedekatan emosional antara para calon legislatif lebih dekat, namun jika melalui dengan cara ini saja komunikasi politik/ kegiatan politik akan kurang efisien.
            Maka dari itu kegiatan politiknya harus juga melalui cara media semi (old media) seperti pencitraan melalui reklame, pamflet, media massa seperti Koran, majalah, dan radio. Dengan melalui media massa seperti ini akan menambah keefektifan dalam kegiatan politik itu sendiri dalam mancari simpati atau suara pemilih dari rakyat. Inilah cara-cara yang sring juga dilakukan oleh para calon dan partai politik yang akan maju dalam pemilihan umum.
            Apalagi di zaman modern era globalisasi ini, muncul media massa baru (new media) atau media elektronik seperti televisi dan internet. Media yang seperti inilah yang digunakan oleh partai-partai politik untuk berlomba-lomba dalam kegiatan politik yang mereka lakukan. Kita tahu sekarang banyak stasiun-stasiun televisi yang sekarang dikuasi oleh orang-orang yang mempunyai kekuassan dan kepentingan politik atau dari orang-orang partai politik sekalipun, seperti MNC Group yang sekarang dikuasai oleh seorang pengusaha sekaligus orang partai yaitu dari partai Hanura. Kemudian stasiun televisi swasta TV One juga telah dikuasai oleh Bakrie Group yang notabanenya adalah orang politik dari partai Golkar. Selain itu masih banyak yang lain stasiun-stasiun televisi swasta lain yang dikuasai oleh orang-oarang yang mempunyai kepentingan politik.
            Seperti inilah dari salah satu contoh peran media massa ini sangat penting dan berpengaruh dalam masyarakat. Dengan kegiatan politik/komunikasi politik seperti ini, dapat mengubah budaya, perilaku dan partisipasi politik yang ada dalam masyarakat. Mungkin awalnya masyarakat yang sebelumnya tidak tahu tentang sosok atau tokoh-tokoh politik (caleg/capres) dari partai-partai terntentu, dengan melalui media masssa masyarakat kemudian akan menjadi tahu tentang sosok mereka dan background mereka. Dengan pengetahuan tersebut, masyarakat menjadi lebih antusias atau lebih berpartisipasi dalam menggunakan hak suaranya untuk memilih di ajang Pemilu.
            Sebenarnya dalam pendekatan perilaku (behavioralism approach), bahwa individulah yang secara actual melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga (struktur) politik pada dasarnya adalah merupakan perilaku individu yang berpola tertentu.[7] Disini bisa kita lihat bahwa individu atau orang yang mempunyai kepentingan politik sendirilah yang menjadi peranan penting dalam melakukan komunikasi politik, lambing atau dalam hal ini partai politik hanya sebagai wadah dan media pendukung untuk membantu melaksanakan kegiatan politik kepada masyrakat.
            Menurut Smith dalam bukunya surbakti (2010:169), mengatakan bahwa terdapat empat factor yang memberikan pengaruh terhadap perilaku politik seorang actor politik, yaitu berawal dari lingkungan sosial politik tak langsung seperti sistem politik, sistem hukum sistem ekonomi, sistem budaya dan sistem media masa.[8]
            Kemudian yang kedua adalah lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian actor, seperti keluarga, agama, kelompok pergaulan dan sekolah. Dan yang terakhir adalah struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.[9]
         Jadi disini dapat dikatan bahwa masyarakat atau rakyat berpartisipasi politik dengan menggunakan hak suaranya dalam pemilu untuk memilih salah satu kandidat/calon dari partai politik tertentu, itu bukan murni memilih karena kesadaran diri masing-masing individu dalam kelompok masyarakat, tetapi bisa saja para individu dalam masyarakat tersebut menggunakan hak suaranya karena dampak dari media massa dan adanya imbalan tertentu dari pihak yang mempunyai kepentingan politik tersebut.
            Sehingga meskipun partisipasi politik di Indonesia menjadi tinggi, tetapi dalam maslah budaya politik kita cenderung masih abu-abu. Dalam artian banyak dari pemilih suara (rakyat) yang memilih calon legislatif/eksekutif dengan hanya tahu melalui sebatas media massa seperti reklame atau Koran, ini berarti masyarakat banyak yang memilih berdasarkan tingkat popularitas dari masing-masing calaon legislatif/eksekutif saja, bukan dari tingkat kualitas atau kapabilitas dari masing-masing calon tersebut.
            Hal ini diperjelas dalam teori perilaku pemilih party identification model bahwa “persepsi pemilih atau partai-partai politik yang ada atau adanya korelasi atau kedekatan emosional pemilih terhadap partai-partai politik tertentu.[10] Dengan demikian hanya oaring-orang yang mempunyai kedekatan emosional yang akan memilih partai-partai tertentu dalam menggunakan hak suaranya. Dan untuk mendapatkan kedekatan emosional terhadap masyarakat, partai politik harus melalui media massa.

BAB III
PENUTUP
           
Inilah peran sentral dari media massa yang saat ini dijadikan alat ataupun senjata bagi individu/kelompok yang mempunyai kepentingan-kepentingan politik. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa kelompok kepentingan atau dalam hal ini adalah partai politik sangat erat hubungannya terhadap pentingnya peran media itu sendiri. Apalagi mengingat media massa yang telah diberikan hak kebebasan untuk mengeluarkan suara atau opini-opini public baik itu tentang kebijakan pemerintah atau isu-isu politik yang lain.
Dalam peranannya media massa saling berhubungan erat dengan individu/masyarakat, partai politik, komunikasi politik, dan budaya/partisipasi politik di Indonesia. Pada intinya dalam dunia politik, atau kalau merujuk pada masalah Pemilu legislative dan eksekutif, para actor dan masing-masing partai politik untuk mendapatkan simpati dari masyarakat harus melakukan komunikasi politik terhadap masyarakat (suara pemilih) secara tepat agar isu-isu politik dan kepentingan politik tersebut dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.
Agar komunikasi politik yang diharapkan dapat teraktualisasi secara tepat, maka butuh wadah atau media yang memfasilitasi, yaitu media massa. Media massa disini dapat berbentuk media cetak seperti koran, majalah, rekalame, pamflet, sticker, ataupun media massa elektronik seperti televisi, radio, dan Internet. Bahkan dapat melalui media massa dengan bentuk turun lapangan langsung.
Dengan adanya komunikasi politik melalui media massa, partai politik dalam mencapai tujuan kepentingan politiknya akan mudah tersampaikan pada masyarakat. Dengan demikian, bisa saja masyarakat yang mempunyai hak suara dalam Pemilu akan menggunakan hak suaranya untuk memilih partai politik yang mempunyai kedekatan emosional terhadap pemilik hak suara tersebut. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap tingakat partisipasi politik masyarakat Indonesia dalam Pemilu laegislatif/eksekutif.

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar- Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Harmonis. 2010. Perbedaan Komunikasi Politik Presiden Soeharta dan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Universitas Muhammadiyah Jakarta. Vol. 28, No.2, Februari: 37-49
Marijan, Kacung. 2010. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Kencana
Sitepu, Anthonius. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Syakur, Abdul. 2009. Media Masa dan Sosiolisasi Politik. Vol.4, April: 711-720


[1]  Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis Terhadap Berita-Berita politik, Jakarta: Granit, 2004, hal.9.
[2]  Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca – Orde Baru, Jakarta: Kencana, 2010, hal.282.
[3]  HARMONIS, Perbandingan Sistem Komunikasi Politik Presiden Soeharto dan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jakarta:, Hal. 38-39
[4]  http://lukmanulhakim.multiply.com/journal/item/11, diakses pada tanggal 27 Oktober 2013
[5]  Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hal. 92
[6]  Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hal. 87
[7]  Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hal. 88
[8]  Ibid,  hal. 89
[9]  Ibid.  hal. 89
[10]  Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hal. 91

Pluralisme dan Multikulturalisme

Oleh: Andika Jaka

Pluralisme
Pluralisme pada intinya merupakan keragaman yang kompleks dimana adanya pengakuan terhadap heterogenitas masyarakat terhadap keanekaragaman dalam sosial, budaya, agama, suku, ras, bahasa. Pluralisme. Jadi pluralisme adalah sebuah pemahaman yang sadar/pengakuan terhadap keanekaragaman yang kompleks di berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat. Dapat diambil contoh dari pluralisme adalah pluralisme dalam beragama, dimana kita tahu bahwa di Indonesia adalah Negara yang menganut kebebasan dalam beragama sebgaimana yang tertulis pada pancasila dan UUD 1945. Indonesia merupakan Negara majemuk, diamana banyak perbedaan individu-individu dalam menganut agama tertentu. Seperti adanya individu yang menganut agama islam, disini individu tersebut harus sadar bahwa di Negara ini tidak hanya ada agama islam saja, tetapi banyak agama lain. Disinilah individu tersebut harus mengakui adanya pluralitas dalam agama.
Multikulturalisme
Kemudian Multikulturalisme secara etimologis terbentuk dari tiga kata yaitu: Multi (banyak), Kultur (budaya), Isme (aliran/paham). Yang berarti multikulturalisme adalah aliran atau paham tentang banyak budaya yang berarti mengarah pada keberagaman budaya.[1] Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa multikulturalisme adalah sebuah paham atau pemikiran tentang penerimaan atas keberagaman dan bermacam-macam budaya yang ada dalam suatu Negara atau kehidupan sosial. Jadi dapat disimpulkan multikulturalisme merupakan bagian dari pluralisme, dimana multicultural lebih menekankan pada keanekaragaman budaya yang ada dalam suatu Negara atau kehidupan sosial.
Sebagai contoh dari multikulturalisme adalah ketika ada sekelompok pendatang dari daerah lain (Daerah A) yang kemudian kelompok pendatang tersebut bertempat tinggal di daerah lain yang memiliki perbedaan budaya (Daerah B). Disana ketika kelompok pendatang (Daerah A) tersebut melakukan ritual atau tradisi tertentu, maka peran atau sikap yang diambil dari masyarakat daerah asli (Daerah B) harus memberikan toleransi dan menghargai apa yang dilakukan oleh sekelompok pendatang (Daerah A) tersebut. Meskipun sekelompok pendatang (Daerah A) tersebut merupakan kelompok minoritas dalam daerah asli (Daerah B), tetapi masyarakat daerah asli (Daerah B) harus menghargai dan sadar akan keanekaragaman budaya yang ada. Dengan seperti itu, akan tercipta kedamaian dan ketentraman dalam berkehidupan sosial budaya di suatu negara.


[1]  Anonymous.2013. Kajian Teori Terhadap Multikulturalisme dan Pluralisme. Hlm. 11